Dilema Daerah Kaya di Indonesia

Diposting oleh adh-id on 24.4.12

Daerah kaya migas dan batu bara merupakan daerah penyumbang devisa terbesar bagi negara. Tak heran jika daerah tersebut masuk dalam deretan provinsi terkaya di Indonesia, termasuk bumi yang saya pijak saat ini; Sumatera Selatan. Pada dasarnya, penambangan migas dan batu bara merupakan kegiatan eksploitasi sumber daya alam tak terbaharukan  atau dalam bahasa Jawa disebut unrenewable resources. Mengapa dikatakan demikian ?. Karena resources ini tidak bisa di daur ulang dan butuh waktu yang sangat lama untuk terbentuk kembali. Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang tepat dalam pengelolaannya.

Salah satu prosedur yang wajib dipenuhi oleh para pengusaha yang bergerak dibidang eksploitasi unrenewable resources ini adalah AMDAL. Apa itu AMDAL ?. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) merupakan analisis mengenai dampak besar dan penting yang akan ditimbulkan oleh suatu kegiatan terhadap ekosistem, termasuk komponen-komponen yang menyusunnya. Tidak hanya analisis kelayakan lingkungan saja, namun semua aspek termasuk aspek sosial juga dianalisis. Dengan AMDAL juga nantinya disusun solusi bagi daerah terdampak.

Mau bangun rumah sakit di perkotaan, wajib AMDAL. Pembangunan pelabuhan laut, wajib AMDAL. Bahkan fasilitas yang nantinya diperuntukkan bagi publik semisal PLTU juga wajib AMDAL. Ribet amat ya sekarang ?. Wong dulu urusannya gampang kok. Kalau ada uang toh usaha bisa jalan. Pola pikir seperti ini yang secara bertahap dan terus menerus harus kita ubah. Ingat, bumi diciptakan oleh Tuhan bukan untuk dinikmati sendiri secara temporary, namun diperuntukkan juga bagi seluruh makhluk di bumi beserta generasinya di masa mendatang.

Kalau AMDAL sudah dipenuhi, lalu mengapa peringatan hari bumi ini masih diwarnai aksi longmarch para penggiat lingkungan ?. Seperti yang terjadi di Lahat, Sumsel (22/04/2012)  ratusan aktivis lingkungan dan mahasiswa menuntut diadakannya pemeriksaan ulang AMDAL. Bisa jadi ini merupakan suatu petunjuk adanya ketidakberesan maupun penyimpangan AMDAL yang telah disusun. Ketidakberesan karena AMDAL yang dibuat hanya AMDAL-AMDAL an. Penyimpangan karena poin-poin yang tercantum dalam AMDAL tidak dilaksanakan oleh pengusahanya.

Saya pernah membaca pengumuman mengenai pelaksanaan AMDAL di sebuah koran lokal yang penutupnya lebih kurang berbunyi seperti ini " terhitung 30 hari setelah pengumuman ini dikeluarkan.......". Kalau lah semua warga ;terutama warga di sekitar lokasi terdampak; membaca pengumuman ini, it's ok. Para pejabat desa dipersilakan untuk menyusun secara pribadi dan kolektif tanggapan warga terhadap rencana tersebut. Yang menjadi masalah adalah bagaimana jika sebaliknya ?. Tiba-tiba proyek berjalan, warga protes, pengusaha bilang "kan sudah diumumkan di koran".  Kalau sudah begini, siapa yang salah ?. Dengan tulisan ini saya ingin berkata, sosialisasi AMDAL juga merupakan hal yang krusial. Banyak kewajiban pemangku kepentingan yang harus ditunaikan sebelum proyek berjalan.

Sekarang ini banyak pengusaha pintar yang kerjanya "minteri" rakyat kecil. Namun saya juga yakin, masih ada pengusaha pintar yang peduli warga. Peduli warga tidak hanya ditunjukkan melalui rekrutmen karyawan disekitar tempat usaha saja, akan tetapi juga peduli terhadap lingkungan tempat tinggal warga.

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar